Penulis : Bene Rajagukguk
Penerbit: Bukune
Tahun: 2014
ISBN: 602-220-140-3
Tebal : iv + 206 hlm
Harga : Rp 45.000,00
Sebenarnya aku bikin review hanya seingatku saja, soalnya buku ini ketinggalan di Solo.
Dan inilah reviewnya....
Buku Ngeri Ngeri Sedap karya Bene Rajagukguk ini bergenre Personal Literature, ini seperti menceritakan pengalaman pribadi sang penulis. Dari menceritakan tentang keunikan keluarganya, mulai dari mamaknya yang super pelit,galak dan polos. Bapaknya yang sangat tegas dan galak juga.Adik-adiknya yang penurut tetapi juga suka protes soal uang jajan.
Didalam buku ini, penulis menceritakan pengalamannya ketika menginjakkan kaki di tanah Jawa untuk menuntut ilmu di kota Jogja, dan mau tidak mau harus bisa beradaptasi dengan lingkungan yang berbeda dengan Budaya Batak, mulai dari intonasi suara hingga rasa makanan,semua diceritakan.
Didalam buku ini juga kita dapat mengetahui adat Batak yang begitu kental, mulai dari sejarah, marga,pernikahan hingga prosesi upacara kematian yang super mewah, semua ada.
Beberapa halaman paling belakang, penulis menceritakan masa lalu keluarganya ketika dia masih SD yang penuh perjuangan untuk bertahan hidup. Ya, penulis menceritakan tentang pengalamannya yang tinggal di daerah perbatasan Aceh, yang saat itu sedang terjadi konflik dengan GAM. Sehingga membuat Kondisi perekonomian keluarganya sangat krisis. Mau tidak mau, mamaknya merantau ke luar kota untuk mencari uang demi menyambung hidup, sementara dia dan bapaknya tinggal di desa.
Didalam buku Ngeri Ngeri Sedap, kita bisa tertawa, menangis, bahkan terharu ketika membacanya. Pokoknya eperti permen Nona Nona (sengaja di plesetin), manis,asem,asin semua ada di buku ini.
Buku Ngeri Ngeri Sedap mengajarkan kita arti sebuah pejuangan,kesabaran,kebersamaan dan kasih sayang. Walau watak kedua orang tuanya keras, memreka memiliki hati yang sangat lembut, selembut sutra.
Menurut saya kekurangan buku ini ada pada kertasnya. kertasnya buram. dengan keterbatasan mataku yang silindris 9 ini sedikit susah untuk membaca. Ada juga penulisan huruf, ada yang kurang(halamannya lupa berapa) tp cuma satu kata sambung saja. Mungkin beberapa pembaca tidak ngeh dengan kekurangan itu, tetapi tidah masalah.
Terimakasih Bang Bene untuk bukunya, ditunggu karyara berikutnya.
Ngeri Ngeri Sedap
Klaten, 14 Desember 2014
pembaca
Rekno Wulandari
Didalam buku ini, penulis menceritakan pengalamannya ketika menginjakkan kaki di tanah Jawa untuk menuntut ilmu di kota Jogja, dan mau tidak mau harus bisa beradaptasi dengan lingkungan yang berbeda dengan Budaya Batak, mulai dari intonasi suara hingga rasa makanan,semua diceritakan.
Didalam buku ini juga kita dapat mengetahui adat Batak yang begitu kental, mulai dari sejarah, marga,pernikahan hingga prosesi upacara kematian yang super mewah, semua ada.
Beberapa halaman paling belakang, penulis menceritakan masa lalu keluarganya ketika dia masih SD yang penuh perjuangan untuk bertahan hidup. Ya, penulis menceritakan tentang pengalamannya yang tinggal di daerah perbatasan Aceh, yang saat itu sedang terjadi konflik dengan GAM. Sehingga membuat Kondisi perekonomian keluarganya sangat krisis. Mau tidak mau, mamaknya merantau ke luar kota untuk mencari uang demi menyambung hidup, sementara dia dan bapaknya tinggal di desa.
Didalam buku Ngeri Ngeri Sedap, kita bisa tertawa, menangis, bahkan terharu ketika membacanya. Pokoknya eperti permen Nona Nona (sengaja di plesetin), manis,asem,asin semua ada di buku ini.
Buku Ngeri Ngeri Sedap mengajarkan kita arti sebuah pejuangan,kesabaran,kebersamaan dan kasih sayang. Walau watak kedua orang tuanya keras, memreka memiliki hati yang sangat lembut, selembut sutra.
Menurut saya kekurangan buku ini ada pada kertasnya. kertasnya buram. dengan keterbatasan mataku yang silindris 9 ini sedikit susah untuk membaca. Ada juga penulisan huruf, ada yang kurang(halamannya lupa berapa) tp cuma satu kata sambung saja. Mungkin beberapa pembaca tidak ngeh dengan kekurangan itu, tetapi tidah masalah.
Terimakasih Bang Bene untuk bukunya, ditunggu karyara berikutnya.
Ngeri Ngeri Sedap
Klaten, 14 Desember 2014
pembaca
Rekno Wulandari
Tidak ada komentar:
Posting Komentar